Analyzed document: Naskah 817.doc Licensed to: Husien Al Habsyie
TEE and encoding:
ifilter
Detailed document body analysis:
Top sources of plagiarism:
24
Processed resources details:
77 - Ok /
5 - Failed
UACE: UniCode Anti-Cheat Engine report:
Active References (Urls Extracted from the Document):
Detailed document analysis:
https://doi.org/10.57216/pah.vxxix.xxx
SISTEM KEPERCAYAAN DALAM UPACARA PETIK LAUT: STUDI KASUS NELAYAN KAMPUNG MANDAR, BANYUWANGI
Liza Wahyu Kartikasari1, Devi Puspitasari2
1 Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya
2 Psikologi, Universitas 17 Agustus 1945, Surabaya
e-mail: lizakartika99@gmail.com
Abstract : Culture is very closely attached to Indonesia society. This culture
is a form of preservation of the values that have been inherited by our ancestors. This is inseparable from the coastal community, especially with the fishermen of Kampung Mandar, Banyuwangi who until now still maintain the tradition of petik laut.
This study aims to describe the belief system of Mandar village fishermen towards the ritual of petik laut that has been carried out so far. This study uses a qualitative approach with the Empirical Analysis Technique of Phenomenological Psychology (EPP). The results of this study show that the fishermen of Mandar village have a distinctive belief, namely relational trust and organic belief. Relational trust is a trust built from the interaction between sea dwellers and the implementer of the ceremony of petik laut. Meanwhile, organic trust arises when fishermen gain trust from moral values instilled from their environment. In addition, the change in the meaning of the ceremony of petik laut was also felt by the fishermen. This change in meaning occurs when it acquires a meaning for different the ceremony of petik laut.
Keywords: belief system; petik laut ceremony; fishermen of Mandar village
Abstrak : Kebudayaan sangat melekat erat pada masyarakat Indonesia. Kebudayaan ini sebagai bentuk pelestarian nilai-nilai yang telah diwariskan oleh nenek moyang kita. Hal ini tidak terlepas dari masyarakat pesisir, terlebih dengan nelayan kampung mandar, Banyuwangi yang hingga kini masih mempertahankan tradisi petik laut. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan sistem kepercayaan nelayan kampung Mandar terhadap ritual petik laut yang selama ini dilakukan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan tehnik analisis Empiris Fenomenologis Psychologycal (EPP). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa nelayan kampung Mandar memiliki kepercayaan yang khas yaitu kepercayaan relasional dan kepercayaan organik. Kepercayaan relasional merupakan kepercayaan yang terbangun dari interaksi penghuni laut dengan pelaksana upacara petik laut. Sedangkan kepercayaan organik muncul ketika nelayan mendapat kepercayaan dari nilai-nilai moral yang ditanamkan dari lingkungannya. Selain itu, perubahan pemaknaan upacara petik laut juga dirasakan oleh para nelayan. Perubahan pemaknaan ini terjadi ketika memperoleh pemaknaan terhadap upacara petik laut yang berbeda.
Kata kunci: sistem kepercayaan; upacara petik laut; nelayan kampung Mandar
PENDAHULUAN
Kajian mengenai sebuah topik agama cukup sulit dikulik karena menjabarkan sesuatu yang menyangkut kepercayaan (beliefs) masing-masing individu yang ukuran kebenarannya terletak pada keyakinan sehingga tidak dapat disebut kebenaran mutlak. Hal ini juga pernah dialami oleh Evans-Pritchard, salah seorang pionir dalam tradisi antropologi sosial di Inggris. Ia mengatakan bahwa dilema kajian mengenai topik agama adalah pemahaman realitas agama tidak akan sepenuhnya dapat dipahami kecuali oleh orang yang mengamalkan agama itu sendiri. Pernyataan ini tidak berlebihan dikarenakan ia pernah merasakan kesulitan untuk menjelaskan sebuah fenomena ketaatan pengikut Sufi di Cyrenica Libia kepada guru Sufi mereka.
Kepercayaan terhadap adanya kekuatan metafisik juga terdapat pada masyarakat Jawa meskipun masyarakat Jawa dikenal sebagai masyarakat yang religius.
Mereka percaya pada suatu hal di balik penampakan fisik yang mereka lihat. Itulah sebab mengapa masyarakat Jawa percaya adanya roh, dan hal-hal spiritual lainnya. Mereka kagum terhadap kejadian-kejadian di sekitar mereka, terhadap fenomena-fenomena alam sehari-hari yang kadang sulit dipahami dengan rasio. Rasa kagum inilah yang melahirkan bermacam-macam ritual tradisi sebagai bentuk penghormatan terhadap alam.
Tradisi-tradisi yang dilakukan masyarakat Mandar juga merupakan hasil dari sistem kepercayaan (belief) yang selama ini diyakini oleh masyarakat masyarakat Mandar itu sendiri. Menurut Koentjaranigrat (dalam Ruslan, 2013) sistem kepercayaan atau keyakinan secara khusus mengandung banyak sub unsur. Mengenai hal itu para ahli antropologi biasanya menaruh perhatian terhadap konsepsi tentang dewa-dewa; konsepsi tentang makhluk-makhluk halus lainnya seperti roh-roh leluhur; konsepsi tentang dewa tertinggi dan pencipta alam; konsepsi tentang hidup dan maut; konsepsi tentang dunia roh, dunia akhirat dan lai-lain. Penjelasan tersebut dapat dipahami bahwa kepercayaan yang dimaksud adalah suatu keyakinan yang ada pada diri manusia terhadap sesuatu yang adi kodrati atau yang menguasai alam semesta beserta isinya dan tidak tampak oleh mata tetapi diyakini keberadaannya oleh manusia.
Suatu wilayah yang memiliki berbagai aneka kebudayaan adalah Banyuwangi, berbagai macam kebudayaan yang dimiliki seperti halnya keberadaan mitos di dalam suatu tradisi masyarakat yang ada di Banyuwangi. Salah satu contoh keberadaan mitos terdapat di Kampung Mandar, yang terletak di pesisir Banyuwangi dan masyarakatnya dihuni oleh beberapa suku secara berdampingan dengan kebudayaan yang dipegang kemudian dijalankan seiring dengan kehidupan sehari-harinya. Masyarakat kampung Mandar mempunyai salah satu upacara adat yaitu Upacara Petik Laut, karena masyarakat nelayan tersebut masih meyakini bahwa laut memiliki penunggu (penjaga berupa makhluk ghaib) yang berperan memelihara kehidupan yang ada didasar lautan.
Dalam latar belakang ini mengenai adat dan tradisi nelayan Mandar hingga masa kini menjadi hal menarik kita ulas. Banyak kebudayaan nelayan Mandar menyisakan beragam aspek yang dapat diulas lebih dalam dan kita kaji. Sistem sosial nelayan Mandar di Kampung Mandar menjadi bagian tidak bisa dilepaskan dari sistem sosial budaya lokal, sehingga bagaimana strategi nelayan Mandar dalam mengelola kebudayaannya pada masa kini agar tidak terkikis.
Sistem Kepercayaan
Sistem kepercayaan
dalam suatu religi dijiwai oleh emosi keagamaan, tetapi sebaliknya emosi keagamaan juga bisa dikobarkan oleh sistem kepercayaan. Suatu sistem keyakinan mengandung keyakinan serta bayangan manusia tentang sifat- sifat Tuhan, tentang wujud dari alam gaib, tentang hakikat hidup dan maut, dan tentang wujud dari dewa-dewa dan makhluk-makhluk halus lainnya yang mendiami alam gaib. Keyakinan-keyakinan tersebut biasanya diajarkan kepada manusia dari buku-buku suci dari agama yang bersangkutan, atau mitologi dongeng-dongeng suci yang hidup dalam masyarakat. Sistem keyakinan erat hubungannya dengan ritus dan upacara; dan menentukan tata-urut dari unsur- unsur-unsur, rangkaian acara serta peralatan yang dipakai dalam upacara.
Adapun sistem ritus dan upacara itu melaksanakan dan melambangkan konsep-konsep yang terkandung dalam sistem keyakinan. Sistem upacara merupakan wujud kelakuan (behavioral manifestation) dari religi. Upacara itu masing-masing terdiri dari kombinasi dari berbagai macam unsur upacara, seperti
misalnya: berdoa, bersujud, bersaji, berkorban, makan bersama, menari dan menyanyi, berprosesi, bersenidrama suci, berpuasa, intoxikasi, bertapa, bersamai, dan semuanya hasil akal manusia, dan karena itu merupakan hasil kebudayaan. Walaupun demikian, upacara agama belum lengkap kalau tidak dihinggapi dan dijiwai emosi keagamaan (Koentjaranigrat, 2004). Dikatakan bahwa
"upacara itu timbul karena adanya dorongan perasaan manusia untuk melakukan berbagai perbuatan yang bertujuan mencari hubungan dengan dunia gaib, dalam hal ini manusia dihinggapi oleh suatu emosi keagamaan dan ini merupakan perbuatan keramat"
(Koentjaraningrat 1984, dalam Nugrahani, 2008).
Sistem Kepercayaan dalam Psikologi
Menurut Azjen (dalam Ramadhani, 2011) mengemukakan bahwa sikap dan perilaku ini ditentukan oleh keyakinan mengenai konsekuensi dari suatu perilaku atau secara singkat disebut keyakinan-keyakinan perilaku (behavioral beliefs). Keyakinan berkaitan dengan penilaian subjektif individu tehadap dunia sekitarnya, pemahaman individu mengenai diri dan lingkungannya, dilakukan dengan cara menghubungkan antara perilaku tertentu dengan berbagai manfaat atau kerugian yang mungkin diperoleh apabila individu melakukan atau tidak melakukannya. Keyakinan ini dapat memperkuat sikap terhadap perilaku itu apabila berdasarkan evaluasi yang dilakukan individu, diperoleh data bahwa perilaku itu dapat
memperoleh keuntungan baginya.
METODE
Pendekatan kualitatif digunakan dalam penelitian ini dengan desain penelitian guna mendekati permasalahan penelitian yang diangkat, yaitu studi kasus. Sebuah kasus yang diangkat dalam penelitian ini yaitu sistem kepercayaan nelayan kampung Mandar, Banyuwangi yang mengikuti serangkaian upacara petik laut. Selanjutnya, menerangkan tema yang diangkat pada penelitian ini yaitu kepercayaan nelayan masyarakat Mandar terhadap pengalaman dan pemaknaan dari upacara petik laut.
Kriteria subjek ditentukan berdasarkan studi-studi sebelumnya yang sesuai dengan permasalahan dan tujuan penelitian ini. Subjek penelitian memiliki kriteria utama yaitu sebagai berikut:
Berdasarkan Teori Perkembangan yang telah dikemukakan oleh Santrock, subjek yang digunakan berada pada masa dewasa (mulai 18 tahun) dan berada pada tahap berpikir operasional formal berdasarkan teori perkembangan kognitif Piaget.
Bekerja sebagai nelayan dan menetap di wilayah kampung Mandar, Banyuwangi
Mengikuti ritual upacara petik laut atas kesadaran dan kemauan, serta bukan paksaan
Sumber data primer dalam penelitian ini yaitu individu yang kemudian disebut sebagai subjek dan untuk menambah jumlah subjek digunakan teknik snowball sampling yang merupakan metode untuk menambahkan partisipan guna melengkapi data penelitian dengan meminta partisipan yang telah di wawancarai untuk merekomendasikan calon partisipan berikutnya.
Penelitian ini menggunakan tehnik wawancara dengan pedoman umum. Kasus yang diangkat juga bersifat umum (universal), sehingga dapat menjaga perkembangan interaksi pada wawancara yang dilakukan agar tetap dalam fokus penelitian. Selanjutnya, topik pertanyaan yang diajukan merupakan topik yang masih dapat berkembang dalam pelaksanaan wawancara nanti. Setiap subjek dapat mempunyai pengalaman maupun pemahaman yang berbeda-beda, sehingga diperlukan sebuah pengembangan pertanyaan wawancara yang menyesuaikan pada kehidupan subjek. Pedoman umum dalam awal wawancara dengan subjek dibuat sama, kemudian selanjutnya akan menyesuaikan dengan pengalaman yang telah terjadi pada masing-masing subjek di lapangan.
Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan panduan observasi terbuka, dimana pendekatan pada masing-masing subjek sangat diperlukan, sehingga masing-masing subjek dapat secara sukarela menerima peneliti dan memberikan informasi dengan mendetail. Observasi yang dilakukan juga tidak berstruktur, yaitu observasi dimana seorang peneliti tidak mengetahui secara pasti aspek apa saja yang akan diamati dari subjek tersebut. Sehingga, peneliti diharuskan mengamati keseluruhan hal mengenai permasalahan penelitian serta menganggap hal tersebut suatu yang penting.
Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis tematik dengan melakukan koding terhadap hasil transkrip wawancara yang telah dilakukan verbatim serta deskripsi observasi.
Teknik analisis data yang digunakan dalam mengolah data hasil wawancara dalam penelitian ini adalah dengan
pendekatan Empirical Phenomenological Psychologycal Method (EPP). EPP merupakan sebuah teknik analisis yang diciptakan oleh Georgi dan dikembangkan oleh Karlsson (1993) secara khusus untuk penelitian kualitatif dalam bidang psikologi. Teknik ini terdiri dari beberapa langkah, yiaitu:
Peneliti memahami transkrip wawancara dengan cara membaca beberapa kali transkrip yang telah dibuat dari masing-masing subjek hingga mengetahui dengan baik dan merasa materi telah tercapai.
Peneliti menentukan meaning units (MU) yaitu sebuah unit kecil dalam transkrip.
Peneliti mentransformasikan meaning units dari bahasa yang digunakan subjek sebelunya pada bahasa peneliti yang mudah dipahami.
Peneliti mengkategorisasikan meaning units (MU) dalam struktur yang telah ditentukan.
Peneliti mengelompokkan kedalam tema-tema atau aspek-aspek yang telah ditentukan sebelumnya dan lebih spesifik
Uji Keabsahan Data
Penelitian ini menguji keabsahan data melalui triangulasi yang menggunakan sumber data dan metode. Sumber ini yaitu variasi pada subjek yang digunakan, yaitu peserta yang mengikuti jalannya ritual petik laut, pelaksana ritual petik laut, hingga pemimpin ritual petik laut. Selain itu, data yang dihimpun berupa uraian deskripsi observasi yang ada di lapangan dan wawancara pada subjek terpilih.
HASIL
Gambaran Pelaksanaan
Ritual
Upacara petik laut merupakan sebuah tradisi masyarakat Kampung Mandar yang diperuntukkan 'penghuni laut' sebagai rasa syukur terhadap hasil laut yang telah diperoleh nelayan selama setahun terakhir selain itu juga sebagai salah satu bentuk harapan para nelayan. Ritual upacara petik laut ini
dilaksanakan setahun sekali pada tanggal 15 bulan muharram atau 15 suro pada penanggalan atau berdasarkan kesepakatan antara pemimpin adat dengan para ketua paguyuban nelayan, oleh seluruh partisipan dan dipimpin oleh seorang nenek. Partisipan yang dimaksud disini yaitu seluruh warga kampung Mandar yang bekerja sebagai nelayan maupun bukan, para tokoh agama, perangkat desa/kelurahan, dan para pengunjung dari luar daerah kampung Mandar yang menghadiri ritual ini. Pemimpin ritual adalah seorang nenek bernama Dahliana, masyarakat sekitar sering memanggilnya 'Nek Item'. Nek Item sendiri merupakan keturunan asli suku Mandar yang berasal dari Sulawesi Barat yang dianggap suci dan bersih oleh masyarakat kampung Mandar. Nek Item juga merupakan seorang ibu dari pemuka adat yang terkenal dengan panggilan 'Puang'. Pemimpin ritual hanya dapat dilakukan oleh 'Nek Item' dengan menggunakan kepala sapi dan minyak mandar yang juga dibuat berdasarkan ritual khusus sebelumnya. Ritual ini dilakukan dengan melarungkan sesaji yang telah dipersiapkan ke laut. Pelarungan sesaji ini sebagai salah satu bentuk penghormatan terakhir pada sesaji hingga sesaji tersebut diterima oleh penghuni laut. Sesaji tersebut berisi kepala sapi yang telah diberikan bedak kuning oleh 'Nek Item' dan beberapa hasil bumi lainnya seperti tebu, pisang, beras ketan, kelapa gading, serta bunga tujuh rupa. Sebelumnya, peletakan sesaji ritual petik laut dilakukan di halaman rumah pemimpin adat/pemimpin ritual saat sore hari. Pada saat peletakan sesaji ini diiringi dengan pembacaan doa oleh nek item menggunakan bahasa mandar, kemudian disusul dengan acara doa bersama hingga khataman (pembacaan ayat suci al-qur'an). Sesaji tersebut dijaga semalaman oleh warga sekitar, pemimpin adat/pemimpin ritual dan nek item sebelum dilarung keesokan paginya. Selama penjagaan sesaji tersebut, juga diadakan acara hiburan seperti pagelaran tari gandrung.
Tradisi yang mempengaruhi Perilaku
Sikap dan perilaku yang tampak dari seseorang ditentukan oleh kepercayaan mengenai konsekuensi dari perilaku sebelumnya. Dengan diadakannya tradisi upacara petik laut ini bagi nelayan dapat memperjelas hubungan antara kepercayaan dan evaluasi untuk membentuk sebuah sikap terhadap perilaku tertentu. Perasaan senang dan puas dari seseorang dapat secara spesifik berbeda dengan orang lain karena adanya pengaruh harapan-harapan saat diadakannya ritual tersebut. Interaksi antara kekuatan keyakinan seseorang mengenai apa yang telah dialaminya saat ritual petik laut ini menentukan sikap seseorang tersebut suka atau tidak melaksanakan ritual petik laut.
Kepercayaan Terhadap Ritual
Kepercayaan dalam hal tradisi mengikuti ritual upacara petik laut ini sesuai dengan apa yang dialami oleh subjek dalam penelitian ini, dapat dibedakan berdasarkan pengalamannya selama mengikuti ritual. Satu sisi, orang mengalami sesuatu berdasarkan pengalamannya sendiri, dan dilain sisi seseorang dapat mengalaminya justru pada pengalaman dan cerita orang lain. Kedua pengalaman tersebut akan dijabarkan sebagai berikut:
Kepercayaan berdasarkan pengalaman pribadi
Kepercayaan terhadap apa yang terjadi pada ritual ini dapat dialami oleh siapapun yang merasa ritual ini benar-benar memberikan dampak pada kehidupannya. Kepercayaan berdasarkan pengalaman pribadi ini adalah kepercayaan yang sehubungan dengan pelaksana ritual maupun seseorang yang pekerjaannya sebagai nelayan dan kehidupannya selama melaut.
Kepercayaan berdasarkan pengalaman dari cerita orang lain
Tidak semua nelayan memiliki kepercayaan berdasarkan pengalaman pribadinya. Namun, setiap orang juga memiliki kemungkinan untuk mengalami hal-hal baru yang mengubah kepercayaannya terhadap ritual. Beberapa subjek dalam penelitian ini membentuk kepercayaan beru berdasarkan pengalaman dan cerita orang lain. Cerita orang lain yang dimaksud disini yaitu cerita para nelayan yang telah melakukan ritual upacara petik laut sejak lama dan mengalami langsung kejadian-kejadian yang membentuk suatu kepercayaan terhadap ritual. Kepercayaan secara khas akan dideskripsikan untuk masing-masing subjek.
Kepercayaan terhadap ritual PN
PN percaya bahwa dalam hidup ada hubungan timbal balik. PN menganggap bahwa selama menjadi nelayan ia telah diberikan hasil ikan yang melimpah. PN merasa hanya mengambil hasil dari laut tanpa ada upaya merawat dan memelihara apa yang ada didalamnya. Sehingga, PN merasa sangat perlu memberikan imbalan balik terhadap 'penghuni laut' melalui upacara petik laut.
Kepercayaan terhadap ritual MS
MS sering kali mendapatkan cerita dari ayahnya yang juga seorang nelayan mengenai pengalaman-pengalaman ayahnya selama menjadi nelayan. Selain ayahnya, MS juga sering mendapat cerita dari kerabat-kerabat ayahnya mengenai pengalaman yang menurutnya tidak masuk akal. Ayah MS dan kerabat ayahnya selalu mengaitkan hal-hal yang tidak masuk akal itu terjadi ada kaitannya dengan dilaksanakannya ritual petik laut. Sehingga, MS memiliki kepercayaan jika ingin tenang dalam mencari ikan di laut, maka perlu dilaksanakan ritual petik laut.
Kepercayaan terhadap ritual AN
AN pernah mengalami hal-hal yang tidak terduga saat berada di laut, seperti tiba-tiba terjadi ombak tinggi yang tidak memungkinkan jika meneruskan perjalanan mencari ikan. Namun, suatu ketika AN merasa alam semesta membantunya untuk menepi di pulau yang tidak berpenghuni hingga menjelang pagi dan keadaan mulai kondusif untuk dilakukannya perjalanan laut kembali. Dengan kejadian tersebut, AN merasa harus berterima kasih pada alam semesta dengan cara ikut berpartisipasi dalam upacara petik laut.
Pemaknaan terhadap Ritual
Pemaknaan nelayan terhadap ritual petik laut sangat erat kaitannya dengan pengetahuan mengenai ritual petik laut yang dilakukan oleh para nelayan beserta pemuka adat didapatkan dari nenek moyang/leluhur. Nilai-nilai tersebut didapatkan dari memaknai sebuah ritual upacara petik laut dan korelasinya terhadap kehidupan masyarakat Mandar terlebih nelayan. Pemaknaan terhadap ritual petik laut ini dihubungkan dengan perbedaan kepercayaan dari masing-masing subjek yang memberikan informasi.
Pemaknaan terhadap ritual berdasarkan PN
Perasaan yang menonjol saat PN mengikuti ritual upacara petik laut adalah adanya rasa bahagia yang muncul dalam diri PN. PN merasa damai dan tentram ketika ritual petik laut telah berhasil diadakan. Saat ritual petik laut tidak diadakan karena pandemi covid-19 dan dilarang mengadakan acara yang mendatangkan banyak massa, PN merasa ada yang kurang dalam dirinya. PN juga tidak merasakan ketenangan saat melaut. PN merasa bersalah ketika mengambil ikan namun ia tidak memberikan imbal balik terhadap alam yang telah memberikan hasil laut. Perlu diketahui, bahwa upacara petik laut sempat tidak diadakan selama empat tahun, mulai tahun 2019 hingga tahun 2022 karena aturan pemerintah dalam rangka Covid-19. PN menganggap upacara petik laut selain sebagai perayaan juga sebagai bentuk rasa syukur. PN percaya ketika dirinya bersyukur, maka akan mendatangkan lebih banyak keberuntungan sehingga hatinya akan merasa lebih damai dan tentram. PN juga berharap dengan adanya
tradisi petik laut yang diadakan dapat mempromosikan kebudayaan yang ada di wilayah
kampung Mandar kepada masyarakat lebih luas.
Pemaknaan terhadap ritual berdasarkan MS
MS telah memiliki pengalaman melaksanakan upacara petik laut dari ia kecil dan belum berprofesi sebagai nelayan. MS sering diajak oleh ayahnya untuk mengikuti serangkaian
prosesi upacara petik laut, dari persiapan hingga pelarungan di laut. Upacara petik laut telah menjadi bagian dari diri MS sebagai nelayan yang berasal dari kampung Mandar. MS memaknai upacara petik laut ini sebagai perayaan hari besar yang sakral. Ketika upacara petik laut sempat divakumkan, MS merasa tidak nyaman dalam berkegiatan, terlebih MS sering berada di laut untuk mencari ikan. MS menganggap upacara petik laut ini
harus tetap dilaksanakan dan menjadi rutinitas tiap tahun seperti sebelumnya ketika belum ada larangan dari pemerintah untuk berkumpul dan mengadakan kegiatan, karena ada kekhawatiran dalam dirinya jika tidak dilaksanakan, maka tradisi ini akan menghilang dan hanya meninggalkan cerita kepada anak dan cucunya. Sehingga, MS berkeinginan untuk melestarikan tradisi ini hingga akhir hayatnya.
Pemaknaan terhadap ritual berdasarkan AN
Suka cita ketika upacara petik laut diadakan dengan baik dan lancar adalah yang dirasakan oleh AN. Sebelum pensiun sebagai nelayan, AN selalu mengikuti upacara petik laut dari mulai persiapan hingga pelarungan sesaji di laut lepas. Tidak jarang, AN juga menjadi bagian dari panitia pelaksana upacara petik laut. Selain sebagai bentuk ritual sakral untuk memberikan sesaji kepada 'penghuni laut', AN memaknai upacara petik laut ini sebagai perwujudan rasa syukur atas keberkahan yang diberikan dari hasil laut yang melimpah dan sebagai tolak bala terhadap musibah yang mungkin akan menimpa nelayan Mandar. AN juga merasa upacara petik laut mempengaruhi segala kegiatannya yang berhubungan dengan laut. AN menganggap apa yang 'penghuni laut' berikan padanya bergantung dengan petik laut yang diadakan.
PEMBAHASAN
Kepercayaan sebagai pengalaman hidup
Kepercayaan berkembang dari pengalaman hidup seseorang, aturan-aturan yang dibuat, norma yang berlaku pada masyarakat dan adanya pengalaman saat menjalin hubungan dengan orang lain, Lewicky dan Wiethoff (2000). Kepercayaan ini muncul untuk mencapai tujuan dan pribadi yang berkaitan pada interaksi sosial masyarakat maupun emosional serta fokus pada hubungan itu sendiri. Sehingga, apapun yang dialami oleh setiap nelayan adalah bagian dari kepercayaan atas tradisi petik laut berdasarkan nilai-nilai dari cerita orang tua yang diturunkan kepada anak-anaknya. Nelayan kampung mandar dapat memiliki kepercayaan yang kuat selama segala aspek dari dalam dirinya berkembang dengan baik. Aspek yang dimaksud disini adalah kognisi, emosi, dan psikomotor (tindakan).
Kepercayaan relasional
Kepercayaan relasional terbentuk melalui interaksi pribadi. Interaksi yang dimaksudkan disini yaitu interaksi antara nelayan sebagai pelaksana tradisi petik laut dengan pihak 'penghuni laut'. Kepercayan dalam sistem ritus ini membutuhkan sebuah keselarasan antara harapan dan kewajiban. Nelayan Mandar percaya bahwa jika mereka menginginkan sebuah maanfaat dari laut, maka mereka harus melakukan upacara petik laut sebagai simbol pelaksanaan kewajiban kepada 'penghuni laut'. Nelayan berharap, dengan melarung persembahan terhadap 'penghuni laut', maka hasil laut yang mereka dapatkan akan melimpah.
Kepercayaan organik dalam diri nelayan Mandar
Kepercayaan organik didasarkan atas nilai-nilai moral dari lingkungan sosialnya yang dipercaya karena kebenaran sistem yang berjalan. Kepercayaan terhadap tradisi petik laut ini dapat ditemukan dalam keluarga maupun komunitas seperti paguyuban para nelayan saat terjadi pertukaran informasi seputar nilai-nilai yang terdapat pada tradisi petik laut berdasarkan keyakinan yang tidak diragukan dan tunduk pada otoritas moral masyarakat Mandar, Banyuwangi.
Perubahan pemaknaan terhadap ritual
Terdapat dua hal dalam perubahan kepercayaan terhadap ritual petik laut, yaitu pergeseran makna atau perubahan. Perubahan sendiri merupakan suatu keadaan yang berubah, beralih, ataupun bertukar. Perbedaan pemaknaan merupakan suatu keadaan yang tidak sama ketika seseorang memperoleh pemaknaan terhadap upacara petik laut. Perbedaan makna upacara petik laut bagi nelayan baru yang masih aktif dengan nelayan yang telah pensiun merupakan sebuah perubahan. Pergeseran merupakan sebuah perubahan. Perbedaan pemaknaan upacara petik laut lebih mengarah pada hasil cara berpikir dalam penarikan simpulan sebuah pengalaman yang dialami. Pada perubahan pemaknaan, hal-hal yang berada didalamnya bisa mengalami kedua hal ini sekaligus.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Penelitian ini memiliki kesimpulan sebagai berikut:
Pemaknaan dan pengalaman tradisi petik laut oleh nelayan Mandar dilaksanakan berdasarkan pengetahuan dan keyakinan mengenai ajaran nenek moyang terdahulu yang bersangkutan dengan tradisi tersebut.
Menganalisis tentang masalah keyakinan (kognisi) tidak dapat terlepas dari aspek psikis yang lain, seperti keinginan/kehendak (konasi) dan perilaku yang menyertainya (psikomotor). Segala aspek psikologis bekerja saling berkesinambungan dalam masalah keyakinan, walaupun dalam pengaplikasiannya dapat menitik beratkan pada pembahasan mengenai salah satu aspek psikologis atau bahkan lebih.
Hubungan kognisi yang direpresentasikan pada sebuah konsep ritual maupun perasaan dalam sistem keyakinan digambarkan dengan suatu sistem kepercayaan sebagai pengalaman hidup.
Keterlibatan kognisi dalam mempengaruhi cara berpikir mengakibatkan perubahan pemaknaan terhadap upacara petik laut.
Saran
Saran untuk penelitian lain lebih lanjut yaitu:
Penelitian selanjutnya diharapkan dapat menjelaskan dan/atau memberikan sebuah gambaran lebih lanjut mengenai sistem kepercayaan pada suatu ritual tertentu di wilayah tertentu.
Penelitian mengenai sebuah permasalahan sistem kepercayaan secara umum sebaiknya diperluas dan dijabarkan lebih dalam, baik sebagai tindak lanjut pada penelitian ini maupun pada penelitian baru.
Penelitian selanjutnya hendaknya memperhatikan alkulturasi budaya dari beberapa suku yang tinggal di wilayah tersebut, sehingga memungkinkan terjadinya sistem kepercayaan yang lebih spesifik.
Diharapkan adanya sebuah studi mendalam terutama dalam bidang psikologi komunitas, sehingga dapat menjangkau berbagai fenomena psikologis, bahkan dapat menjelaskan hubungan antara individualism dan kolektivism sampai terbentuk sebuah keyakinan.
Referensi
Koentjaraningrat. (2004). Kebudayaan Mentalitas Dan Pembangunan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Lewicki, R.J., & Wiethoff, C. (2000).Trust, Trust Development, and Trust Repair. In M. Deutsch & P.T. Coleman (Eds.) Handbook of Research Conflict Resolution: Theory and practice. San Francisco, CA: Jossey-Bass.
Nugrahani A, dkk. (2008).
12%
4%
4%
2%
1%
0.3%
0.1%
Bahasa dalam Upacara Larung, Sedekah Laut di Laut Bonang, Kecamatan Lasem, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah. PELITA, Vol. III, No. 1
Ramadhani, Nella. (2011). Penyusunan Alat Pengukur Berbasis Theory of Planned Behavior. Buletin Psikologi, Vol. 19, No. 2, 55-69.
Ruslan, Idrus. (2014). Religiositas Masyarakat Pesisir: (Studi Atas Tradisi
12%
4%
4%
2%
1%
0.3%
0.1%
Masyarakat Kelurahan Kangkung Kecamatan Bumi Waras Kota Bandar Lampung
). Al-AdYaN, Vol.9, N0.2
Santrock, J.W. (2002) . Perkembangan Masa Hidup. Jakarta : Erlangga.
Nama Belakang Penulis, Judul dalam 3 kata .
https://ojs.uvayabjm.ac.id/index.php/pahlawan/indexKartikasari dan Puspitasari, Sistem Kepercayaan dalam .
135 Jurnal Ilmu Pendidikan, Jilid 17, Nomor 2, Juni 2010, hlm. 94-100
Jurnal Pahlawan | Vol. xx, No. xx, Thn. xxxx
2
Jurnal Pahlawan | Vol. 20, No. 2 : Oktober Tahun 2024
4
Disclaimer:
This report must be correctly interpreted and analyzed by a qualified person who bears the evaluation responsibility!
Any information provided in this report is not final and is a subject for manual review and analysis. Please follow the guidelines:
Assessment recommendations